Senin, 15 Februari 2010

Huff...Valentine Day's Effect ?!

Tulisan ini terinspirasi dengan maraknya 'penolakan' terhadap perayaan hari Valentine di beberapa tempat di Indonesia. Gaung penolakan itu kian terdengar kencang sejak pecahnya moment reformasi 1998. Dulu adem-ayem saja.
Tapi seiring waktu, dan munculnya kelompok-kelompok berbasis agama tertentu yang menganggap bahwa segala hal yang berasal dari barat seolah haram dan tidak compatible dengan kultur serta ajaran agama di Indonesia, maka harus ditolak.
Lahirnya pelarangan atau penolakan terhadap perayaan hari Valentine bukan tanpa alasan. Selain alasan yang ekstrim seperti diatas, juga memang ada alasan-alasan logis yang bisa kita cerna.

Pertama, masyarakat kita - terutama kaum muda - tidak semuanya mengerti dan paham apa itu sesungguhnya hari Valentine itu dan bagaimana sebaiknya mengekspresikannya. Masyarakat kita dalam kondisi labil, apalagi kaum muda yang secara psikologis masih mudah dipengaruhi dan cenderung minta disuapi.

Kedua, moment ini dimanfaatkan dengan baik oleh para pebisnis, baik lokal maupun internasional. Semua hal dikaitkan dengan Valentine day dan bisa menghasilkan uang. Apalagi ini setahun sekali.

Ketiga, khusus di Indonesia, moment ini juga 'dimanfaatkan' oleh pihak-pihak atau kelompok berbasis keagamaan untuk mencari massa guna menimbulkan kesan bahwa mereka didukung oleh banyak pihak.
Contohnya berita "Pelajar Semarang Tolak Valentine", dikatakan bahwa moment ini jauh dari budaya nusantara dan ajaran Islam.

Pernyataan seperti itu menafikan kenyataan bahwa kasih sayang adalah bagian dari tumbuh kembang peradaban manusia di mana pun keberadaannya. Kasih sayang meruntuhkan batas-batas yang mengerdilkan kemanusiaan. Bahkan kasih sayang itu compatible dengan agama Islam - juga agama-agama lainnya di dunia. Jika yang dimaksud dengan kata 'jauh' itu adalah perayaan yang sifatnya hura-hura dan cenderung konsumtif, sebaiknya diperjelas, sehingga masyarakat pun dididik untuk bisa memilah sebuah pernyataan atau statement dengan baik dan benar. Bukan karena label agama semata, namun berdasarkan pertimbangan-pertimbangan logis yang sebenarnya bisa kita lakukan.
Menurut saya, merayakan moment Valentine day ini bisa diekspresikan dengan banyak cara positif.
Bahwa kemungkinan adanya hal-hal negatif yang dilakukan, itu kembali kepada manusianya sendiri.

Mari kita ajak, ingatkan dan didik masyarakat serta generasi muda kita dengan cara yang benar, tidak sekedar memberi label moment ini 'barat', 'produk Yahudi', 'haram', 'sesat', dsb.
Agama itu adalah rambu-rambu lalu lintas kehidupan kita.
Membangung kesadaran masyarakat/umat akan konsekuensi melanggar rambu-rambu yang ada itulah yang harusnya menjadi tanggungjawab kita bersama, terutama institusi keagamaan.
Umat tidak akan menjadi dewasa dalam keberagamaannya ketika agama hanya menjadi rujukan undang-undang guna memberi hukuman semata, tanpa adanya pencerahan logis kepada mereka.
Jadi...agama untuk manusia dan bukan manusia untuk agama
Valentine day untuk manusia dan bukan manusia untuk Valentine day.


Selamat merayakan hari Valentine dengan hal-hal positif dan membangun kehidupan bagi yang merayakannya.



Bandung, 12 Feb 2010
Dommy Waas

Tidak ada komentar:

Pengikut