Sabtu, 19 Desember 2009

NArumI


Mencoba mencari-cari soft copy corat-coret 'ungkapan hati', di antara tumpukan copy CD,
yang ketemu baru satu ini...hard copynya mungkin kebuang dengan berkas-berkas lama.
Ini salah satu dari sekian coretan saya.
Saya ga tau ini puisi atau apa...yang jelas jadinya seperti itu.
Jadul banget... :)



NArumI

Pagi ke-1095,
Aku kembali menjengukmu,
Halimun di sekitar tempatmu
mulai menjauh dikoyak cahaya sang fajar,
Masih ada bulir-bulir embun bening
meluncur ragu dari dedaunan
terhempas meredup di atas tanah…

Jalan-jalan masih sunyi,
Tanah merah marun tempatku berpijak
masih lembab oleh guyuran hujan semalam,
Ah…engkau pasti kedinginan,
Biasanya engkau memintaku merapat,
mendekap tubuhmu yang menggigil…

Aku ingin melihat senyummu,
Berharap mendengarkan sapa lembutmu,
derai tawamu, kegundahanmu,
Sesekali engkau sandarkan kepalamu di bahuku
melepaskan lirih pedihmu…

Oh ya,
Aku membawa beberapa tangkai mawar merah kesukaanmu,
Tentu saja dari taman dekat jendela kamarku,
Juga satu kantung melati
dari halaman depan rumahku,
Biasanya engkau memburunya
saat singgah di pondok kecilku,
Ku harap, ini bisa membuatmu tentram…

Ah…aku masih ingat,
Ketika senja beringsut meremang malam,
Engkau bertanya:
“Kenapa kamu mencintaiku?
Kenapa bukan yang lain?”
Aku tak punya jawabannya,
yang keluar dari mulutku:
“Mungkin...kesederhanaan dalam kecantikanmu,
Dan…karena aku laki-laki, kamu perempuan”
Kamu tersenyum kecil, menahan luapan hati,
Mencoba menyembunyikan ketersipuan,
Tanda bahwa jawabanku tak kuasa engkau bantah…

NArumI,
Tanah merah marun ini telah tiga tahun membalutmu,
Membuat jarak yang tak terukur di antara kita,
Meski hanya enam kaki dari jasadmu
Yang telah lelap tertidur,
Dalam doa, tarikan dan hembusan nafasku,
Aku merindukanmu.


Bandung, Jan 1995
(Dommy Waas)

Tidak ada komentar:

Pengikut