Kamis, 06 November 2008

MEMBUNGKUS TUHAN: Topeng Agama dalam Kekuasaan.

Pada mulanya adalah semangat,

Semangat yang berapi-api, menjilat-jilat kesana kemari. Menawan fakta bahwa dirinya tengah melebur dalam segerombolan – atau kelompok – manusia yang dicengkeram oleh idealisme masa lalu: kejayaan, kekuasaan, superioritas, banalitas, bercampur dengan duri kemunafikan.

Semangat itu hanya sebuah cermin gerutuan panjang tentang rasa inferior. Kekerdilan menangkap makna sesungguhnya pesan-pesan Ilahi. Seolah-olah ia telah sepenuhnya membungkus Tuhan dalam pikiran-pikirannya. Padahal, Yang Ilahi jelas-jelas melampaui kejayaan masa lalu impiannya - juga pikiran dan logika, yang justru saat ini (present) Tuhan tengah mendesain kejayaan kekinian. Mungkin, sebuah obsesi yang juga bisa menguasai gerak laku kita dalam kehidupan adalah keinginan yang disebut sebagai “Para Pencari Tuhan”, padahal kita tak punya kuasa untuk mengklaim sebagai yang telah mencari dan memilih Dia. Bukankah Tuhan pernah mengungkap rahasiaNya pada logika pikiran kita: “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Aku yang memilih kamu”? Yang dicari pun semestinya bukan Tuhan itu sendiri, Ia Maha Ada, namun kebenaranNya.

Paragraf di atas adalah hasil perenungan saya setelah tiga hari di pertengahan bulan September 2008 yang lalu usai membaca tulisan – atau pengakuan – Ed Husain dalam buku “Matinya Semangat Jihad” (diterbitkan oleh Alvabet), saya dibuat ternganga. Kalau ada padanan kata dari eureka! yang tepat buat menggambarkan keterngangaan saya, mungkin itu yang lebih tepat. Ed Husain, seorang aktivis Hizbut Tahrir di Inggris, rupanya mengalami semacam metamorfosa spiritualitas. Nyaris seperti Saulus – si pembenci dan pembantai pengikut Yesus Kristus – yang dijungkirbalikan arah semangatnya, dan kita kenal dengan nama baru, Paulus. Husain mengalami penjungkirbalikan arah semangatnya dari seorang aktifis Islamis* (keras, tegar tengkuk, bebal) menjadi Muslim yang menolak Islam dijadikan topeng dalam meraih kekuasaan (politisasi agama).

Jika disimak lebih detail, dalam perjalanan hidupnya, Ed Husain diwarnai oleh nafas kekristenan, yang sebelumnya telah ia gumulkan dalam masa-masa pencarian dirinya.

Pesan dari tulsian Ed Husain cukup jelas:

Agar kita tak tenggelam dalam idealisme masa lalu, dan kita buta pada kekinian dan masa depan, bahkan meski itu atas nama agama dan Tuhan.

*) Islamis: Sebutan bagi para penganut Islam garis keras.

Salam,

Dommy Waas

Tidak ada komentar:

Pengikut